DETIK SUMBA – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Yayasan Tunas Timur (Yatutim) semakin panas.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumba Barat tengah menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana sebesar Rp12 miliar, yang menyeret nama Soleman Lende Dappa (SLD), Ketua Yatutim, serta Debora Gemelina Arborea Lende, anggota DPRD NTT dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Kasus ini diduga bermula dari manipulasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk mengakses dana BOS secara ilegal. Sejauh ini, 15 orang telah dipanggil untuk diperiksa, termasuk Debora, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Yatutim.
Di tengah penyelidikan yang masih berjalan, pernyataan Winston Neil Rondo dari Badan Musyawarah Pendidikan Swasta (BMPS) NTT, yang meminta masyarakat untuk menahan diri karena kasus ini masih dalam tahap awal, justru memicu kecurigaan.
“Dengan angka yang mencapai Rp12 miliar, kasus ini seharusnya menjadi prioritas penegak hukum untuk diusut secara transparan. Indonesia merupakan negara hukum, transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip utama dalam menegakkan keadilan. Namun, dalam kasus ini, justru ada dorongan agar masyarakat untuk menahan diri, pertanyaannya ada apa? Apakah mereka diintervensi? Apakah ada kepentingan yang lebih besar yang sedang dilindungi?” tegas Joko, yang juga mahasiswa Pascasarjana Undiksha.
Dirinya menekankan bahwa tidak boleh ada kongkalikong atas penderitaan masyarakat.
“Kasus ini harus diusut tuntas. Dampaknya jangka panjang. Yayasannya perlu ditelusuri agar tidak terkesan masyarakat beramai-ramai mendirikan yayasan hanya untuk mendapatkan Dana BOS. ‘Dana BOS berkedok yayasan’ atau justru ‘Yayasan berkedok Dana BOS’?” tambahnya.
Joko juga menegaskan bahwa Kejari Sumba Barat harus bertindak cepat demi menjaga kepercayaan publik.