WhatsApp     Ikuti Detik Sumba di Saluran WhatsApp Channel   
  Follow

JPIC SVD Ruteng Minta Penyelidikan Terhadap Kekerasan Oknum Aparat dalam Proyek PLTP Ulumbu

JPIC SVD Ruteng Minta Penyelidikan Terhadap Kekerasan Oknum Aparat dalam Proyek PLTP Ulumbu. (Detik Sumba/Dok Istimewa)

DETIK SUMBA – Rencana perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di wilayah Poco Leok kembali memicu kontroversi. Proyek ini mendapat penolakan dari mayoritas warga lokal yang khawatir akan dampak lingkungan serta ancaman terhadap keberlangsungan hidup mereka.

Warga Poco Leok mencemaskan nasib mereka setelah melihat dampak buruk proyek serupa di daerah lain seperti Sorik Merapi dan Mataloko, yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam keselamatan penduduk.

Masyarakat adat Poco Leok, yang terdiri dari 14 gendang atau kelompok adat, menyatakan penolakan resmi terhadap proyek tersebut, dengan 10 gendang secara tertulis menolak rencana tersebut.

Penolakan ini mencakup 369 keluarga, yang melibatkan 1.632 jiwa. Mereka khawatir proyek ini akan merampas tanah adat, kebun mata pencaharian, dan sumber air, serta menghancurkan pusat kehidupan adat mereka.

Warga juga menyatakan bahwa proses investasi proyek PLTP Ulumbu ini melanggar berbagai aturan hukum dan hak asasi manusia, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Warga mengklaim bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam konsultasi yang bermakna, dan keputusan diambil tanpa persetujuan mereka.

Baca Juga:  Kunjungan Kerja di SBD, Dandrem 161/Wira Sakti Ajak Wujudkan Kebersamaan dan Harapan Baru NTT

Ketegangan semakin meningkat sejak tahun 2022, ketika PLN mulai mengupayakan realisasi proyek dengan bantuan aparat keamanan.

Warga mengungkapkan bahwa PLN melibatkan polisi, TNI, Satpol PP, dan bahkan diduga preman bayaran terlibat untuk mengintimidasi masyarakat yang menolak proyek tersebut. Aksi intimidasi ini mencakup kekerasan fisik dan psikologis yang terus berlanjut.

Puncak ketegangan terjadi pada 1-2 Oktober 2024, ketika aparat gabungan dari Polres Manggarai, TNI, dan Satpol PP dikerahkan untuk membuka akses jalan bagi proyek geothermal, yang selama ini ditolak oleh warga adat Poco Leok.

Beberapa warga yang mencoba menghadang pembukaan jalan tersebut mengalami kekerasan fisik. Mereka dipukul dan didorong oleh aparat keamanan, sementara warga dilarang merekam kejadian tersebut.

Seorang jurnalis dari Floresa yang meliput peristiwa ini turut menjadi korban kekerasan. Jurnalis tersebut ditangkap, diperlakukan kasar, diborgol, dan barang-barangnya dirampas. Tindakan ini menimbulkan trauma mendalam bagi warga dan jurnalis yang menjadi korban.

Salah satu korban kekerasan, Ponsianus Lewang, mengalami cedera berat dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mben Boi, Ruteng. Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) SVD Ruteng mengecam keras tindakan represif aparat terhadap warga dan jurnalis di Poco Leok.

Baca Juga:  Destinasi Wisata Terbaik 2025! Jalan Indah di Bukit Teletubbies, Kontraktornya Putra Asli Sumba

Koordinator JPIC, Pater Simon Suban Tukan, SVD, menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan pers.

JPIC menilai kekerasan yang dilakukan oleh aparat merupakan bentuk pembiaran dari pemerintah setempat, dan mendesak agar pihak kepolisian dan TNI segera menghentikan mobilisasi aparat keamanan di Poco Leok.

JPIC juga mendesak Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan investigasi terhadap tindakan kekerasan aparat di lapangan. Mereka meminta agar oknum aparat yang terlibat diberikan sanksi tegas, serta mendesak pemeriksaan terhadap Kapolres dan Dandim Manggarai yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan ini.
JPIC menilai aparat seharusnya melindungi masyarakat, bukan menjadi ancaman bagi warga yang memperjuangkan hak mereka.

JPIC juga menyerukan kepada pemerintah daerah agar mencabut Keputusan Bupati Manggarai yang menetapkan Poco Leok sebagai lokasi perluasan PLTP Ulumbu. Menurut JPIC, proyek besar seperti ini harus mendapatkan persetujuan bebas dari warga yang terdampak langsung, karena risiko pembangunan akan ditanggung oleh mereka.

Baca Juga:  Pembunuh Wanita Di Sumba Barat Ditangkap! Polisi Bongkar Misteri Kasus Sadis

“”Kami juga mendesak Pemkab Manggarai untuk mencabut Keputusan Bupati yang mentapkan lokasi di ruang hidup warga menjadi area perluasan PLTP Ulumbu. Bagaimanapun pembangunan mega proyek seperti PLTP ini harus mendapat persetujuan bebas dari warga di mana proyek itu dikembangkan. Karena resiko pembangunan akan ditanggung oleh warga Pocoleok di mana proyek itu dibangun bukan warga yang tinggal diluar Pocoleok.” kata Pater Simon selaku korordinator JPIC SVD Ruteng dalam rilis yang diterima media ini.

JPIC juga meminta PT PLN menghentikan penggunaan aparat keamanan dalam proyek ini, terutama yang cenderung bersifat represif dan intimidatif.

Mereka menyoroti bahwa proyek PLTP Ulumbu sedang dievaluasi oleh Bank KfW, yang merupakan salah satu sumber pendanaan utama. Jika kekerasan terhadap warga terus berlanjut, pendanaan proyek ini dapat terancam. ***

 

Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI.

Iklan