WhatsApp     Ikuti Detik Sumba di Saluran WhatsApp Channel   
  Follow

Valentine: Cinta, Konspirasi, dan Sejarah Berdarah di Baliknya

Ilustrasi Gambar konspirasi Hari Valentine. (Detik Sumba/Hans Wea)

DETIK SUMBA – Setiap 14 Februari, dunia dihujani bunga, cokelat, dan kata-kata manis.

Itu semua merupakan perayaan Valentine Day atau hari kasih sayang.

Bahkan hari kasih sayang ini, juga digunakan untuk menghabiskan waktu bersama pasangan hingga memberikan kejutan untuk orang tersayang.

Namun, tahukah Anda bahwa di balik euforia Hari Valentine tersimpan sejarah kelam yang penuh pengkhianatan, konspirasi, dan bahkan darah? Mari kita kupas tuntas!

Valentine bukan sekadar hari kasih sayang. Sejarah mencatat bahwa perayaan ini berakar pada peristiwa tragis di era Kekaisaran Romawi.

Pada abad ke-3 M, Kaisar Claudius II melarang pernikahan bagi para prajurit karena percaya bahwa tentara lajang lebih kuat di medan perang.

Baca Juga:  Mandulnya Elit Politik Ditengah Krisis Multidimensi

Namun, seorang martir yang bernama Valentinus membangkang. Secara diam-diam, ia menikahkan pasangan muda yang sedang dimabuk cinta.

Ketika aksinya terbongkar, Valentinus ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 14 Februari tahun 269 M.

Sebelum dieksekusi, ia dikabarkan menulis surat terakhir kepada seorang wanita kemungkinan putri sipir penjara dengan tanda tangan “From Your Valentine”.

Beberapa sejarawan percaya bahwa perayaan ini adalah upaya Gereja Katolik untuk menggantikan festival pagan Romawi, Lupercalia.

Lupercalia, yang dirayakan pada 13-15 Februari, adalah ritual kesuburan yang melibatkan persembahan hewan dan perjodohan liar.

Baca Juga:  Dibalik Botol Kaca: Pesan Tersembunyi yang Menginspirasi

Gereja pun mengadopsi tanggal tersebut dan mengubahnya menjadi perayaan “cinta suci”.

Di era modern, Valentine lebih dikenal sebagai momen untuk mengekspresikan kasih sayang.

Tepi tahukah anda ada bisnis besar di balik itu? ada industri miliaran dolar yang menggerakkan bisnis bunga, cokelat, dan hadiah mewah.

Menurut data, setiap tahun jutaan kartu Valentine dikirim, dan sektor ritel mengalami lonjakan pendapatan yang luar biasa.

Namun, esensi sejati Valentine seharusnya bukan hanya soal hadiah.

Filosof Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving menekankan bahwa cinta sejati adalah tentang memberi, bukan sekadar memiliki.

Baca Juga:  Kodim 1613/Sumba Barat Gelar Patroli Ciptakan Kondisi Aman Menjelang Pilkada 2024

Jika Valentine hanya dipandang sebagai kewajiban membeli sesuatu, apakah masih bisa disebut cinta?

Meskipun banyak negara merayakan Valentine dengan penuh romansa, beberapa budaya menolaknya.

Di beberapa negara, perayaan ini dilarang karena dianggap sebagai bentuk westernisasi atau bertentangan dengan nilai-nilai lokal.

Jadi, apakah Valentine benar-benar hari kasih sayang? Ataukah ia hanyalah warisan sejarah berdarah yang telah dikemas ulang menjadi bisnis besar?

Yang jelas, cinta tidak membutuhkan satu hari khusus untuk dirayakan. Seharusnya, setiap hari adalah hari untuk mencintai dan dicintai.

Selamat Hari Valentine.***

Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI.

Iklan