Detik Sumba – Kemajuan zaman telah mengubah sejarah hidup manusia beserta perilakunya. Kehidupan di era modern menciptakan cara pandang dan gaya hidup yang jauh berbeda dibandingkan masa lalu.
Lambat laun, suka atau tidak suka, budaya akan mengalami transformasi. Perubahan ini sering kali membuat nilai-nilai budaya terasa semakin pudar, seolah tidak lagi menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu perubahan yang paling mencolok terlihat dari cara berpakaian. Dahulu, masyarakat Sumba mengenakan kain atau sarung sebagai busana sehari-hari.
Pakaian tradisional ini bukan hanya pelindung tubuh, tapi juga simbol identitas dan kebanggaan budaya.
Tak hanya itu, orang tua zaman dulu juga memiliki pandangan kuat soal rambut anak perempuan, rambut dianggap sebagai mahkota yang harus dijaga.
Memotong rambut tanpa seizin orang tua bisa dianggap sebagai pelanggaran etika, bahkan bisa berujung pada teguran atau hukuman. Nilai-nilai seperti ini menjadi bagian dari etika luhur yang dijunjung tinggi.
Namun, gelombang globalisasi telah merasuki hampir seluruh aspek kehidupan. Pandangan masyarakat ikut bergeser, begitu pula standar berpakaian dan cara mengekspresikan diri.
Modern ini membawa budaya luar masuk di pulau Sumba, mudah diakses dan cepat diadopsi, sering kali tanpa pertimbangan terhadap nilai-nilai lokal.
Kini, banyak yang mengenakan busana yang dulunya dianggap bertentangan dengan norma budaya.
Tak hanya itu, gaya hidup bebas mulai dianggap sebagai hal yang lumrah. Pergaulan bebas semakin marak, terutama di kalangan remaja, yang mulai mengabaikan batasan moral dan etika.
Tidak sedikit yang terjerumus dalam penyalahgunaan minuman keras (miras) dan perilaku menyimpang lainnya, yang merusak masa depan generasi muda.
Modernisasi perlahan menyeret masyarakat menjauh dari akar budayanya sendiri, bahkan dari nilai-nilai agama yang selama ini menjadi penuntun hidup.
Ajaran agama yang mengajarkan kesopanan, tanggung jawab, dan menjaga diri kini seringkali dianggap kuno oleh sebagian generasi muda.
Padahal, nilai-nilai budaya dan agama sejatinya berjalan seiring dalam membentuk karakter dan kepribadian yang luhur. Perubahan memang tak bisa dihindari, namun bukan berarti kita harus kehilangan jati diri.
Di tengah arus modernisasi yang deras, menjaga nilai-nilai budaya dan ajaran agama adalah bentuk tanggung jawab generasi masa kini terhadap warisan leluhur.
Sebab budaya bukan sekadar masa lalu, melainkan pijakan untuk menata masa depan yang berakar pada identitas sendiri.
Mari untuk merawat budaya sebagaimana lahir di tengah kehidupan yang berbudaya dan berakhlak mulia.***
| Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI. |












