Detiksumba.com – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ngada melontarkan kritik tajam terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai Timur, serta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur atas kelalaian mereka dalam menyelesaikan konflik tapal batas yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Ketua DPC GMNI Ngada, Bonevantura Goan, menyebut konflik horizontal yang terus membara di wilayah perbatasan sebagai bukti nyata kegagalan total pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya melindungi rakyat.
“Pemerintah tidak hanya gagal, tapi abai secara sistematis. Ketika rakyat saling serang, pemerintah justru sibuk berdalih soal kewenangan administratif,” tegas Bonevantura, Selasa (26/8).
Konflik yang Dibiarkan Membusuk
GMNI Ngada menilai konflik antara warga di perbatasan Ngada–Manggarai Timur bukan lagi persoalan teknis batas wilayah, melainkan konflik sosial yang tumbuh akibat pembiaran oleh negara.
Padahal, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2020 telah secara sah menetapkan batas wilayah antar kabupaten melalui 39 Titik Kartometrik (TK) yang bersifat tetap. Namun, pemerintah daerah tampak lamban dan gamang menindaklanjuti aturan ini dengan aksi nyata di lapangan.
“Kalau aturannya sudah jelas, kenapa rakyat masih harus saling bentrok? Ini bukan lagi soal tapal batas, ini soal ketidakmauan elit politik menyelesaikan akar masalah,” lanjut Bonevantura.
Kritik untuk Pemprov NTT dan Aparat Keamanan
GMNI Ngada juga mempertanyakan peran Pemerintah Provinsi NTT yang hingga kini dinilai pasif dalam menjadi mediator netral. Menurut mereka, Pemprov tidak hanya lambat, tetapi juga terkesan enggan mengambil peran strategis.
Aparat keamanan pun dikritik karena hanya bersifat reaktif. Keberadaan mereka sering kali hanya muncul saat konflik pecah, bukan sebagai penjaga preventif keamanan di wilayah rawan.
Tuntutan GMNI Ngada: Rakyat Butuh Kepastian, Bukan Janji Kosong
Melalui pernyataan sikap resminya, GMNI Ngada mengajukan empat tuntutan kepada pemerintah:
1. Menuntut Pemerintah Provinsi NTT untuk segera mengambil peran sebagai mediator netral dalam penyelesaian konflik tapal batas.
2. Menuntut Pemerintah Kabupaten Ngada dan Manggarai Timur untuk segera mengambil langkah konkrit, bukan sekadar retorika politis.
3. Menindak tegas pejabat atau pihak yang memperkeruh situasi demi kepentingan politik.
4. Menuntut aparat keamanan untuk melakukan patroli rutin di daerah rawan, bukan hanya meredam saat konflik sudah terjadi.
GMNI menegaskan bahwa negara tidak boleh menjadi penonton dalam konflik yang mengorbankan rakyat. Mereka menegaskan bahwa konstitusi jelas menjamin perlindungan bagi seluruh warga, sebagaimana diatur dalam Pasal 28G dan Pasal 33 UUD 1945.
“Kalau negara terus abai, rakyat akan terus jadi korban. Kami tidak akan tinggal diam melihat rakyat menderita demi tarik-menarik kepentingan elit,” tutup Bonevantura.
Konflik di wilayah perbatasan Ngada–Manggarai Timur harus segera diselesaikan dengan pendekatan keadilan sosial dan perlindungan hak-hak warga negara. Pembiaran hanya akan memperpanjang luka dan memperdalam perpecahan horizontal yang berbahaya bagi masa depan NTT.***
Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI. |