Jaringan Human Trafficking Beraksi: Calon PMI Asal Sumba Barat Gagal Berangkat ke Malaysia Berkat Razia di Batam

Jaringan Human Trafficking Beraksi: Calon PMI Asal Sumba Barat Gagal Berangkat ke Malaysia Berkat Razia di Batam. (Detik Sumba/Ilustrasi Istimewa)

DETIK SUMBA – Dua pekerja migran nonprosedural asal Sumba Barat, Mariana Magi Loda dan Roslina Ringu Lango, selamat dari ancaman human trafficking setelah terjaring razia di Batam.

Kronologi perjalanan mereka mengungkap bagaimana sindikat jaringan mafia pekerja migran ilegal beroperasi hingga menyentuh kampung-kampung terpencil di NTT.

Kronologi Kejadian

Berawal dari niat untuk mencari pekerjaan di Malaysia, Mariana dan Roslina terhubung dengan seorang sponsor bernama Samuel Bili. Sponsor ini meyakinkan mereka bahwa proses keberangkatan akan berjalan lancar hanya dalam waktu dua minggu, termasuk mendapatkan majikan di Malaysia.

Pada 19 Oktober 2024, Mariana dan empat orang lainnya diberangkatkan dari Sumba ke Bali, sementara satu rekan lainnya menyusul dari Jakarta. Setibanya di Bali, mereka ditampung dalam sebuah kos-kosan sempit dan diarahkan membuat paspor di Imigrasi Kelas I TPI Denpasar dengan alasan perjalanan wisata.

Baca Juga:  Ribuan Umat Menyambut Paus Fransiskus di Gereja Katedral Jakarta

Tanggal 1 September 2024, tiga orang dari mereka diberangkatkan ke Batam dan diarahkan untuk menginap di Hotel Pagoda. Namun, situasi mulai mencurigakan saat razia besar-besaran digelar di Batam. Sponsor dengan nama samaran seperti Budi, Herman, dan Beni, memindahkan mereka dari satu hotel ke hotel lainnya untuk menghindari razia.

“Kami bertanya kepada sponsor apakah keberangkatan kami ini ilegal, tetapi mereka tidak menjawab dan langsung pergi,” ujar Mariana.

Baca Juga:  Sinergi TNI-Polri Amankan Kunjungan Presiden Jokowi di Sumba Barat

Laporan keberadaan mereka di Hotel Grand Place tersebar, memicu sponsor kembali memindahkan mereka ke Hotel Revina Residence. Pada akhirnya, para korban dipulangkan ke Bali dengan alasan Batam tidak lagi aman. Namun, kecurigaan para korban semakin kuat bahwa mereka terjebak dalam jaringan human trafficking.

Saat korban meminta untuk membatalkan keberangkatan, sponsor menuntut mereka mengganti biaya tiket, penginapan, dan uang saku. Bahkan, paspor dan dokumen penting seperti ijazah, akta kelahiran, dan kartu keluarga milik korban ditahan oleh sponsor di Batam dan Bali.

Penulis: Hans WeaEditor: Hans Wea