DETIK SUMBA – Di tengah hingar-bingar politik yang kian memanas menjelang Pilkada Kabupaten Sumba Barat Daya, penting bagi kita untuk berhenti sejenak dan merenung, apa sebenarnya makna dari dukungan yang kita berikan? Apakah kita mendukung seorang kandidat karena mereka populer, atau karena mereka benar-benar memiliki visi yang mampu membawa perubahan positif bagi daerah kita?
Bung Karno pernah berkata, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.” Dalam Pilkada ini, sejarah harus menjadi cermin yang kita gunakan untuk menilai para kandidat. Apa yang telah mereka lakukan di masa lalu? Bagaimana rekam jejak mereka dalam memperjuangkan kepentingan rakyat? Sejarah adalah guru yang bijak, dan dari sana kita bisa melihat siapa yang benar-benar berjuang untuk kepentingan bersama, bukan sekadar untuk ambisi pribadi.
Kemudian kita juga harus ingat pesan Gus Dur, seorang tokoh yang selalu dekat dengan rakyat dan memahami bahwa “pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dekat dengan rakyat, bukan hanya saat kampanye tetapi dalam setiap kebijakan yang dibuatnya.” Di Sumba Barat Daya, kita membutuhkan pemimpin yang mampu memahami kompleksitas daerah kita—mulai dari keragaman budaya hingga tantangan dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pemilih yang bijaksana akan memilih seseorang yang tidak hanya pandai berbicara saat kampanye, tetapi juga memiliki hati yang tulus untuk bekerja demi kesejahteraan rakyat di setiap pelosok daerah.
Namun, di era digital ini, kita juga harus waspada. Noam Chomsky, seorang kritikus tajam media, mengingatkan bahwa “manipulasi media sering kali merusak proses demokrasi.” Kita sering kali dihadapkan pada banjir informasi—sebagian benar, sebagian lagi hanya propaganda. Pilkada ini bukan tentang siapa yang bisa menguasai media, melainkan tentang siapa yang bisa membawa kebenaran dan transparansi ke depan. Oleh karena itu, kita harus menjadi pemilih yang kritis, yang tidak mudah terpengaruh oleh kampanye hitam atau berita palsu.