Mahasiswa PMKRI dan GMKI SBD Gelar Unjuk Rasa Damai , Suarakan Empat Isu Strategis Daerah

DETIK SUMBA – Puluhan mahasiswa dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Tambolaka dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tambolaka yang tergabung dalam Gerakan Cipayung, menggelar unjuk rasa damai di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kantor Bupati Sumba Barat Daya dan Polres Sumba Barat Daya (SBD) pada Selasa, (6/5/2025).
Aksi ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa atas berbagai persoalan sosial dan ekonomi yang belum diselesaikan oleh pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Sumba Barat Daya.
Dalam aksinya, massa aksi membawa spanduk, pamflet tuntutan, serta menyampaikan orasi secara bergantian. Mereka menuntut perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten dan DPRD Sumba Barat Daya atas empat isu utama yang dinilai krusial dan menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
1. Penutupan Lokasi Pengambilan Pasir dan Kebutuhan Dasar Masyarakat
Mahasiswa mendukung kebijakan pemerintah yang menutup kegiatan pengambilan pasir liar yang merusak lingkungan. Namun, mereka menilai kebijakan itu tidak disertai dengan solusi alternatif bagi masyarakat.
Tuntutan mereka:
- Pemerintah daerah segera membuat Perda tentang pengambilan pasir yang berbasis perlindungan lingkungan dan aksesibilitas masyarakat.
- Pasir untuk kebutuhan proyek pemerintah dan pengusaha harus didatangkan dari luar.
- Pemerintah wajib menyediakan lokasi legal untuk masyarakat mengambil pasir untuk kebutuhan dasar seperti pembangunan rumah, kubur, dan WC.
- Menghentikan kriminalisasi terhadap warga yang mengambil pasir sebelum ada regulasi yang jelas.
2. Upah Kerja Buruh di Bawah Standar
Melalui hasil observasi lapangan, ditemukan bahwa sebagian besar buruh di Sumba Barat Daya menerima upah di bawah standar UMP Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni hanya Rp500.000–1.000.000 per bulan.
Tuntutan mereka:
- Bupati dan DPRD Sumba Barat Daya menegaskan kepada pengusaha agar mematuhi SK Gubernur NTT terkait upah minimum.
- DPRD segera membuat Perda perlindungan hak buruh dan pekerja.
- Bupati segera membuat Perbup tentang upah kerja, batas waktu kerja, dan perlindungan hukum buruh.
- Tindak lanjut konkret dari Pemda dan DPRD atas persoalan ini sebagai aspirasi masyarakat.
3. Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kasus kawin tangkap, menjadi sorotan utama mahasiswa.
Tuntutan mereka:
- DPRD dan Pemda aktif melakukan penyuluhan dan sosialisasi rutin tentang kekerasan seksual, KDRT, dan kawin paksa.
- Menjaga keseimbangan pembangunan sosial dengan slogan “Membangun Desa, Menata Kota”.
- Mengawal semua kasus kekerasan agar pelaku dihukum sesuai peraturan.
- Segera membuat Perda larangan kawin tangkap.
- Mengawasi kinerja DP3AP2KB agar sesuai fungsi perlindungan perempuan dan anak.
4. Penertiban Peredaran Minuman Keras (Miras)
Mahasiswa menyoroti dampak buruk dari maraknya konsumsi dan peredaran miras yang memicu tindak kriminal dan degradasi moral.
Tuntutan mereka:
- DPRD dan Pemda segera menyusun dan mengesahkan Perda tentang penertiban miras.
- Lakukan pendataan dan penertiban penjual miras, terutama yang ilegal.
- Kolaborasi antara Pemda, DPRD, dan Polres dalam razia rutin dan penegakan hukum atas pelanggaran miras.
Aksi demonstrasi berlangsung tertib dan damai. Mahasiswa secara resmi menyerahkan pernyataan sikap kepada pihak DPRD dan pemerintah daerah. Mereka menegaskan akan terus mengawal proses hingga semua tuntutan mendapatkan respon dan ditindaklanjuti.
“Kami datang bukan untuk mencari keributan, tapi membawa suara rakyat kecil yang selama ini tidak terdengar. Pemerintah harus hadir dengan kebijakan yang adil dan berpihak pada rakyat,” ujar salah satu mahasiswa kepada detiksumba.com.***
Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI. |