Manusia dan Lingkungan

Oleh: Agustinus Bulu, mahasiswa Ilmu Pertanian, Universitas Katolik Weetebula
DETIK SUMBA – Sejak awal peradaban, manusia dan lingkungan ibarat dua sahabat karib yang tidak bisa dipisahkan. Alam menyediakan segala yang dibutuhkan manusia: udara segar, air bersih, tanah subur, dan sumber daya lainnya. Namun kini, hubungan yang dahulu harmonis itu mulai retak. Manusia, dalam balutan modernitas dan ambisi, justru menjadi perusak bagi lingkungan yang membesarkannya.
Kita menyaksikan betapa gunung-gunung dikeruk habis-habisan, hutan-hutan dijadikan lahan sawit dan pertambangan, sungai-sungai tercemar limbah, udara kian sesak oleh asap kendaraan dan industri. Semua itu dilakukan atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Padahal, dalam banyak kasus, keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, sementara kerusakannya ditanggung berjamaah.
Ironisnya, ketika bencana datang, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, kita baru sadar pentingnya lingkungan. Sayangnya, kesadaran itu sering datang terlambat, dan tak jarang direspons hanya dengan wacana tanpa aksi nyata. Kita lupa bahwa kerusakan lingkungan bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga masalah moral: tentang bagaimana manusia memperlakukan rumahnya sendiri.
Di tengah krisis iklim global, sudah saatnya kita berhenti melihat alam sebagai objek yang bisa dieksploitasi sesuka hati. Kita perlu kembali memandang lingkungan sebagai mitra hidup, bukan sekadar sumber daya. Butuh keberanian untuk melawan arus pembangunan yang rakus. Butuh empati untuk mengakui bahwa generasi mendatang berhak atas alam yang masih layak huni.
Perubahan bisa dimulai dari hal-hal kecil: mengurangi sampah plastik, menanam pohon, menjaga sumber air, hingga mendukung kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan. Pendidikan lingkungan harus dimasukkan dalam semua level kurikulum. Media massa dan tokoh masyarakat harus ikut menggaungkan gaya hidup berkelanjutan, bukan sekadar gaya hidup konsumtif.
Manusia yang kehilangan relasi sehat dengan lingkungannya akan kehilangan arah hidup. Sebab manusia tidak akan pernah bisa hidup tanpa alam, tapi alam bisa bertahan tanpa manusia. Maka sebelum terlambat, mari kita pulihkan hubungan ini. Demi kita sendiri, demi anak cucu kita, dan demi bumi yang sedang menjerit.***
Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI. |