WhatsApp     Ikuti Detik Sumba di Saluran WhatsApp Channel   
  Follow

Keputusan PT Kupang Dinilai Mencederai Prinsip Kepastian Hukum, Keluarga Ibrahim Hanta Akan Geruduk Kantor PN Labuan Bajo.

Keputusan PT Kupang Dinilai Mencederai Prinsip Kepastian Hukum, Keluarga Ibrahim Hanta Akan Geruduk Kantor PN Labuan Bajo. (Detik Sumba/Ril Minggu)

DETIK SUMBA – Keluarga besar ahli waris almarhum Ibrahim Hanta akan menggelar demonstrasi damai di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Aksi ini akan berlangsung pada 3–5 Februari 2025 sebagai bentuk protes terhadap perintah sidang tambahan berdasarkan putusan Majelis Hakim tingkat banding dari Kupang dalam perkara perdata No. 1/Pdt.G/2024/PN Lbj yang dinilai mencederai prinsip kepastian hukum.

Jon Kadis, SH., anggota tim Kuasa Hukum dari keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta kepada media ini, Kamis, (30/1/2025) menjelaskan bahwa meski sidang tambahan adalah kewenangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, dasar hukumnya adalah pedoman teknis Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 363/KMA/SK/XII/2022 tanggal 20 Desember 2022 yang menyebutkan, dalam hal Majelis Hakim tingkat banding berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan tambahan, Majelis Hakim memerintahkan melalui putusan sela secara elektronik

Baca Juga:  Misteri Kematian Tragis Bocah 13 Tahun di Sumba Tengah! Dugaan Kekerasan dan Kejahatan Mengerikan!

untuk melakukan pemeriksaan tambahan kepada pengadilan pengaju.

“Namun yang terjadi ini adalah bukannya Majelis Hakim tingkat banding “berpendapat”, tetapi itu terkesan semata mengabulkan permohonan Pembanding secara sepihak untuk membuka sidang tambahan di Pengadilan Negeri dengan pemeriksaan ulang saksi yang pernah ditampilkan serta tambahan saksi baru, tanpa memperhatikan hak yang sama di pihah Terbanding (Penggugat). Hal itu terasa bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi di Kupang tidak profesional dan tidak adil,” jelas Jon Kadis

Ia menjelaskan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang yang terdiri dari Ketua Majelis Hakim Tjondro Wiwoho, S.H., M.H., serta anggota hakim I Ketut Tirta, S.H., M.H., dan Lucius Sunarno, S.H., M.H., memerintahkan PN Labuan Bajo untuk membuka sidang tambahan guna memeriksa kembali keterangan dua saksi ahli, yaitu Sapta Dwikardana, Ph.D., M.Si., CBA, CH., CMHA dan Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum.

Baca Juga:  Heboh Penemuan Mayat Perempuan di Kebun, Polres Sumba Barat Kumpul Barang Bukti

Namun, keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta menilai bahwa keputusan ini bertentangan dengan prinsip finalitas hukum. Pasalnya, perkara ini telah selesai di tingkat pertama dengan putusan pada 23 Oktober 2024, dan kini telah memasuki tahap banding di Pengadilan Tinggi Kupang.

Dalam aksi ini, keluarga besar ahli waris Ibrahim Hanta mengajukan beberapa tuntutan, diantaranya:

1. Mendesak PN Labuan Bajo untuk menjadwal ulang sidang tambahan di PN Labuan Bajo dengan memperhatikan asas keseimbangan, di mana saksi ahli dari pihak penggugat juga harus dipanggil untuk memberikan keterangan.

2. Memastikan proses hukum berjalan adil dengan tidak membuka kembali fakta yang telah dipertimbangkan di tingkat pertama.

3. Segera memutus perkara di tingkat banding tanpa menambah sidang pemeriksaan yang dinilai tidak adil.

Baca Juga:  Pelabuhan Feri Waikelo Terbengkalai, Pengunjung: "Sudah Seperti Peniggalan Bangsa Penjajah"

Sementara itu, Dr. Ch. Indra Triantoro, S.H., M.H., menyoroti beberapa kejanggalan dalam keputusan sidang tambahan ini:

1. Melanggar Prinsip Finalitas Hukum

Menurut Indra Triantoro, Putusan di tingkat pertama telah selesai, sehingga membuka sidang tambahan di PN Labuan Bajo dianggap bertentangan dengan prinsip hukum res judicata pro veritate habetur, yaitu bahwa putusan yang telah inkrah tidak dapat dibuka kembali kecuali melalui Peninjauan Kembali (PK).

“Seharusnya, proses banding hanya mengkaji aspek hukum dari putusan sebelumnya, bukan menambahkan fakta atau saksi baru,” kata Indra.

2. Indikasi Penyalahgunaan Wewenang oleh Hakim

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan mengabulkan permintaan pihak pembanding secara sepihak tanpa mempertimbangkan keseimbangan hak para pihak.

“Keputusan ini dikhawatirkan dapat menjadi preseden buruk yang merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan,” jelas Indra.

 

Ikuti Berita Terbaru Kami di Detik Sumba dengan KLIK DI SINI.

Iklan